Produktivitas gol di EURO 2016 mengalami penurunan dibandingkan turnamen serupa pada tahun – tahun sebelumnya; pernyataan tersebut sepertinya memang memiliki dasar dan dirasakan para penggemar sepakbola. Berdasar statistik pertandingan turnamen kali ini dengan perbandingan turnamen yang sama 4 tahun lalu; jumlah rata – rata gol yang tercipta memang mengalami penurunan. Pada turnamen 4 tahun lalu; tercipta 46 gol dari 16 pertandingan dan turun menjadi 47 gol di 24 pertandingan. Meski sampel yang digunakan terbilang kecil; namun penurunan produktivitas gol jelas terlihat dari 2.88 gol per pertandingan menjadi 1,96 gol per pertandingan. Bahkan jika dibandingkan dengan Copa America Centenario yang berlangsung pada saat bersamaan; belum ada tim di EURO 2016 yang berhasil mencetak gol lebih dari 4. Berbeda dengan turnamen Copa America Centenario dimana Argentina, Brazil dan Cili berhasil memenangkan pertandingan dengan torehan lebih dari 4 gol.
Kebanyakan gol di EURO 2016 juga tercipta pada babak kedua dan saat pertandingan mendekati selesai. Hanya gol Fabian Schar dan Gareth Bale yang terjadi di 15 menit pertama babak pertama. Pertandingan dengan gol yang terjadi lebih awal biasanya akan diikuti oleh gol – gol berikutnya. Kondisi tersebut terjadi karena tim yang tertinggal dan tidak ingin kalah dipastikan bermain menyerang; pada saat yang sama tim yang telah unggul juga mendapat peluang kembali mencetak gol melalui serangan balik ketika tim lawan naik menyerang.
Takut kalah menjadi salah satu alasan mengapa sebuah tim bermain dengan strategi cenderung bertahan. Menyelamatkan 1 poin di babak penyisihan sepertinya menjadi pilihan yang lebih rasional daripada mengejar 3 angka, namun beresiko kalah dan tidak mendapat nilai. Minim dan pendeknya persiapan tim nasional peserta turnamen disebut pula sebagai penyebab minimnya gol; sedikit berbeda dengan permainan di sebuah klub dimana pemain berlatih bersama di sepanjang musim. Namun isu lain yang menyertai EURO 2016 adalah minimnya penyerang berkualitas di tim peserta. Beberapa tim seperti Portugal, Italia, Wales, Jerman hingga Spanyol sempat mengalami masalah kekurangan penyerang hingga memainkan penyerang yang sebenarnya bukanlah penyerang murni.